Tata Cara Nasehat

Tujuan Nasehat, adalah menyampaikan sesuatu kepada audien (pendengar) agar si pendengar dapat merubah sikap, perilaku, pola pikir hingga bisa membedakan antara benar dan salah, baik dan buruk, halal dan harom, pahala dan dosa, surga dan neraka. Atau dengan kata lain, nasehat adalah menghendaki terwujudnya suatu kebaikan kepada orang lain:
                     
Dasar-dasar Nasehat:
1. Seni berbicara fungsinya adalah untuk menguasai audien, seperti:
a. Retorika adalah seni berbicara dalam nasehat yang bombastis.
b. Langgam adalah bentuk irama, lagu dalam nasehat.
c. Intonasi adalah nada lagu, tinggi rendah suara.

2. Harus dapat menyampaikan materi nasehat dengan simpatik, menarik, beralasan dan meyakinkan.
3. PD, Percaya pada diri sendiri: Seorang penasehat harus merasa yakin bahwa dirinya mampu memberikan
    nasehat. Oleh karena itu hatinya harus teguh, tenang serta tidak mudah terpengaruh oleh situasi atau audien
    yang ada, dan upayakan jangan sampai terjadi demam panggung atau gerogi.

I. Hal-hal yang Harus Diperhatikan:
 - Berdo’alah terlebih dahulu sebelum berbicara dengan do’a:
   Robbisyroh Lii Shodrii Wayas-sir Lii Amrii Wahlul ‘Uqdatam-mil Lisaanii Yafqohuu Qoulii.
  Yang artinya: “Ya Tuhanku, lapangkanlah untukku dadaku dan mudahkanlah untukku urusanku, dan   
   lepaskanlah kekakuan dari lidahku, supaya mereka dapat memahami / mengerti perkataanku”. 
   (QS. Thoohaa, Ayat: 25-28).
   Alloohumma Alhimnii Rusydii Wa A‘idznii Min Syarri Nafsii.
   Artinya: “Ya Alloh, berilah aku ilham yang benar dan lindungilah aku dari kejelekannya diriku”. 
   (HR. Tirmidzi)


 
- Memberanikan diri, jangan bersikap ragu-ragu.
Sebelum berbicara upayakan terlebih dahulu mengambil nafas panjang sebanyak tiga kali untuk melancarkan peredaran darah, oksigen dalam paru-paru agar keadaan hati menjadi tenang.
Pandangan mata upayakan sesekali menghadap lurus ke depan, ke tengah, ke samping kanan, kesamping kiri, jangan hanya mendang ke atas atau ke bawah saja dan hindari memandang langsung mata audien tetapi pandanglah bagian kening atau ubun-ubunnya. Ini untuk menghindari atau menghilangkan perasaan jatuh mental atau gerogi.
Harus mempunyai keyakinan bisa memberikan sesuatu ketegasan kepada audien yang sok tahu / ngendasi / nyeruwing / saur manuk yang mungkin dapat menyebabkan Anda menjadi gerogi atau ngelantur.
                                                
II. Pengaturan Fisik dan Sikap Badan:
Berpakaian rapi, bersih dan sopan serta disesuaikan dengan situasi dan tempat.
Sikap badan harus tegap, tenang dan tata geraknya tidak berlebihan atau jangan diam saja.
Raut wajah haus ceria, bersih dan tidak seperti orang yang sedang ngambek, marah atau sedang bingung, tetapi bersikaplah tenang namun meyakinkan walaupun terjadi suatu kesalahan atau kekeliruan.

III. Pengaturan Suara, Ucapan atau Bahasa:
Tata Bahasa yang akan diucapkan harus tersusun rapi. Jelas kata demi kata yang diucapkan, usahakan memakai kata-kata yang mudah diterima, dimengerti dan dipahami oleh audien.
Bahasa yang akan dipergunakan hendaknya disesuaikan dengan tingkat pendidikan atau pengetahuan audien.
Menjaga agar setiap kata-kata yang akan Anda sampaikan tidak salah ucap dan tidak mendiskriditkan pemerintah, tidak menghasut, menyinggung golongan lain atau jangan sampai menusuk perasaan orang lain.
Keras lemahnya suara harus Anda sesuaikan dengan besar-kecilnya ruangan gedung serta banyak-sedikitnya jumlah audien.
Tekanan suara harus mantap dan bersemangat dan usahakan kata-kata yang Anda ucapkan itu tidak hanya dapat dipahami oleh satu orang, satu suku saja. Akan tetapi berpariasi dan bila perlu Anda beri penekanan. Agar nasehat Anda lebih mantap maka Anda bisa memasukkan dalil-dalil yang tepat dan akurat, atau bahkan Anda bisa membubuhinya dengan cerita-cerita, sehingga nasehat Anda itu benar-benar dapat menarik audien lebih betah dalam mendengarkan nasehat Anda. Buatlah bagaimana caranya agar audien bisa terpukau / kagum / ta’jub / heran.
Janganlah menahan suara, artinya berbicara tapi bibirnya tidak bergerak, dan kata-kata yang Anda ucapkan itu harus jelas, jangan sengau seperti orang bindeng, lagi flu, pilek.

IV. Persiapan Mental Hati:
Ini penting supaya Anda tidak mudah tersinggung atau naik darah jika Anda melihat situasi ramai, gaduh yang menyebabkan dapat merubah acara menjadi tidak hikmat. Maka cara mengatasinya adalah Anda bisa segera mengambil sikap tegas untuk kembali menenangkan audien yakni dengan mengucapkan kata-kata yang tegas, santun tapi wibawa. Jangan nggebrak meja atau marah-marah.

V. Penguasaan Bahan Nasehat:
Bagi Anda sebagai komunikator (Penasehat) harus benar-benar menguasai bahan atau materi nasehat yang akan disampaikan kepada audien dan Anda sesuaikan dengan tema nasehat.
Kata pendahuluan usahakan yang bisa membuat audien tertarik untuk mendengarkan hingga mereka bisa penuh konsentrasi (perhatian). Anda bisa pilih kalimat yang dapat menciptakan suasana yang baik dan dapat membuat hati audien merasa butuh untuk mendengarkannya. Oleh karena itu Anda tentukan pokok masalah yang menarik sehingga mereka merasa ada sesuatu yang baru dan penting untuk didengarkan.
Menguaraikan materi atau isi nasehat sesuai dengan pokok nasehat serta jelaskan mengenai basyiron wanadziron dan upayakan diberi landasan hukumnya, gambaran, kisah / cerita para nabi, orang-orang sholih, cantolan kepahaman, sairan, pantun nasehat, dan lain sebagainya. Dan cara menguraikannya yang berurutan, tidak melompat-lompat.
Beri kesimpulan, artinya semua yang sudah Anda sampaikan dalam nasehat Anda tadi sebaiknya Anda beri kesimpulan dan beri kesan terakhir yang kemungkinan dapat membuat para audien terkesan bahwa isi nasehat tersebut baik dan bermanfa’at.

Penutup. Sebaiknya nasehat yang sudah Anda sudahi Anda tutup dengan ucapan terima kasih, do’a dan salam.

Meraih Derajat Tertinggi di Surga

Memang kita bukan nabi, tetapi inginkah kita disejajarkan dengan Nabi Muhammad saw?
Memang kita bukan orang yang jujur, tetapi inginkah kedudukan kita sama dengan Abu Bakar ra?
Memang kita belum tentu mati syahid, tetapi inginkah kita berkedudukan sama seperti Hamzah ra?
Jawabannya: bisa, untuk mendapatkan derajat yang sama seperti mereka telah disebutkan dalam QS. An-Nisaa’ 69:
qs04_69.png

Dan barangsiapa yang mentaati Allah dan Rasul(Nya), mereka itu akan bersama-sama dengan orang-orang yang dianugerahi nikmat oleh Allah, yaitu: Nabi-nabi, para shiddiiqiin, orang-orang yang mati syahid, dan orang-orang saleh. Dan mereka itulah teman yang sebaik-baiknya.”
Jadi singkatnya: ikutilah perintah Allah dan Rasul-Nya maka kita akan meraih kedudukan seperti orang yang telah Allah beri nikmat yang besar atas mereka.

Tapi apakah hanya itu saja caranya? Ternyata peluang yang sama juga diberikan kepada pedagang yang jujur dan dapat dipercaya seperti pada hadits berikut:
hd_pedagang.png
Sahabat Abi Sa’id Al-khudri ra berkata, bahwa Nabi saw telah bersabda: “Pedagang yang jujur dan dapat dipercaya, kelak pada hari kiamat akan mendapat kedudukan bersama para nabi, para shiddiqin, dan para syuhada’.” (HR. Timidzi dan termasuk hadis hasan).
Pedagang dalam hadits ini bisa juga dimaksudkan karyawan. Begitu besar hikmahnya bila kita bisa menjadi orang yang jujur dan amanat. Dan dengan semangat yang tersirat dalam hadits ini, marilah kita bekerja dengan kejujuran dan kepercayaan.
Semoga kita dapat mencapai derajat yang tinggi baik di dunia maupun di akhirat kelak.


Tips Agar Doa Dikabulkan

Pada suatu hari, seorang Arab Badui bertanya kepada Nabi SAW: “Apakah Tuhan kita itu dekat, sehingga kami dapat munajat/memohon kepada-Nya, atau jauh, sehingga kami harus menyeru-Nya?” Nabi SAW terdiam, hingga turunlah surat Al-Baqarah ayat 186:
qs2_186.gif
“Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah), bahwasanya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila ia memohon kepada-Ku, maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah-Ku) dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran.”
Didalam ayat disebutkan bahwa keberadaan Allah SWT adalah sangat dekat, sehingga kita semua tidak perlu untuk berteriak keras ketika memohon kepadanya. Bahkan Allah SWT lebih dekat daripada urat leher kita (Qaaf 16):
qs-qaaf-16.gif
Dalam ayat di surat Al-Baqarah diatas merupakan janji Allah SWT untuk mengabulkan doa bila kita berdoa kepadaNya. Jadi doa itu harus dilakukan secara langsung kepadanya, tidak perlu perantara mahluk Allah yang lain dalam berdoa. Yakinlah akan janji ini dan berprasangkalah yang baik bahwa doa kita akan dikabulkan. Allah SWT dalam suatu hadits qudsi pernah bersabda:
hds-prasangka.gif
“Aku mengikuti persangkaan hamba-Ku”
Jadi berprasangkalah baik bahwa Allah SWT akan mengabulkan doa kita, niscaya Dia akan bersama dengan harapan kita. Hal lain yang perlu diperhatikan dalam berdoa adalah jangan tergesa-gesa. Rasulullah SAW pernah berkata:
hds-tergesa.gif
“Akan diterima doa siapapun yang tidak tergesa-gesa.”
Maksudnya adalah jangan cepat berkata bahwa “Allah tidak menerima doaku” setelah beberapa kali berdoa. Ada kemungkinan Allah SWT masih menunda mengabulkan doa. Kita harus bersabar sampai doa kita diterima atau Allah SWT memberikan solusi lain yang lebih baik bagi kita.
Yang menarik ayat 186 surat Al-Baqarah ini terletak diantara ayat-ayat berhubungan tentang ibadah di bulan Ramadhan. Hal ini menunjukkan bahwa didalam bulan Ramadhan kita sangat dianjurkan untuk berdoa. Bukankah orang yang berpuasa itu doanya tidak akan ditolak seperti hadits Nabi SAW tentang tiga golongan yang tidak ditolak doanya yaitu pemimpin yang adil, orang yang berpuasa sampai dia berbuka dan orang yang didzalimi:
hds-3-golongan.gif


13 Alasan Agar Sholat Lebih Khusuk

Dari banyak ibadah kita kepada Allah SWT, ada satu ibadah yang merupakan kunci dari seluruh ibadah dan amal yang lain dimana kalau kita berhasil melakukannya maka akan terbuka ibadah atau amal yang lain. Kunci dari segala ibadah adalah sholat.
hds-sholat2.gif
“Amal yang pertama kali ditanyai Allah pada seorang hamba di hari kiamat nanti adalah sholat. Bila sholatnya dapat diterima, maka akan diterima seluruh amalnya, dan bila sholatnya ditolak, akan tertolah seluruh amalnya.”

Pada kenyataannya, bagaimana amalan sholat kita pada umumnya? Seperti yang disabdakan oleh Rasulullah SAW:
hds-tdk-sholat.gif
“Akan datang satu masa atas manusia, mereka melakukan sholat namun pada hakikatnya mereka tidak sholat.”

Banyak dari kita menganggap bahwa sholat adalah suatu perintah bukan suatukebutuhan. Jadi sholat sering dianggap suatu beban dan hanya bersifat menggugurkan kewajiban. Betapa sering kita rasanya malas untuk sholat, sholat sambil memikirkan pekerjaan, sholat secepat kilat tanpa tumakninah, mengakhirkan waktu sholat atau bahkan lupa berapa rakaat yang telah dilakukan.

Padahal kunci amal ibadah kita adalah sholat. Jadi, kita bisa memasang strategi dalam hidup dengan memperbaiki sholat kita terlebih dahulu sehingga amalan yang lain akan mengikuti. Dan hal ini butuh suatu kesungguhan untuk mencapainya. Tahap awal untuk mencapai kekhusukan sholat adalah mengetahui kegunaan bagi diri kita apabila kita dapat melakukan sholat dengan khusuk. Berikut adalah 13 alasan mengapa kita perlu khusuk dalam sholat:

1. Mendapatkan keberuntungan yang besar, yaitu masuk dalam surga firdaus. Hal ini tersebut dalam QS. Al Mukminun 2 dan 11:
qs-mukminun-11.gifqs-mukminun-2.gif

2. Solusi terhadap permasalahan kita.
qs-2-45.gif
“Jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu. Dan sesungguhnya yang demikian itu sungguh berat, kecuali bagi orang-orang yang khusyu’” (QS. Al Baqarah 45)

Bila ada problema hidup maka sholatlah, bila ada keiinginan sholatlah, bila akan marah sholatlah. Maka ketika akan bertemu dua kekuatan utama pada perang Badar, Rosululloh SAW sholat dan bermunajat kepada Allah SWT agar diberikan kemenangan dalam perang.

3. Mencegah perbuatan keji dan mungkar (QS. Al Ankabut 45)
qs-al-ankabut-45.gif
Karena sholat khusuk hanya bisa dilaksanakan dengan menghadirkan perasaan dekatnya Allah SWT, maka bila akan berbuat maksiyat akan ingat akan Allah SWT.

4. Melembutkan hati. Terkadang hati kita menjadi keras karena kesibukan dalam bekerja atau menghadapi masalah kehidupan. Dengan sholat yang khusuk, hati menjadi lebih lunak karena kita seringnya kita berserah diri dan merendah dihadapan Allah SWT.

5. Memupuk kesabaran. Dengan sholat yang dilaksanakan dengan tumakninah, maka diperlukan waktu beberapa saat untuk sholat; tidak dengan tergesa-gesa. Hal ini akan memupuk rasa kesabaran kita.

6. Menghapuskan dosa. Didalam suatu hadits disebutkan bahwa dosa-dosa kecil kita akan dihapus diantara sholat 5 waktu. Tentu saja hal ini bila kita menghayati bacaan didalam duduk diantara dua sujud rabbighfirli dan wa’fu’anni.

7. Menyembuhkan penyakit. Prof. M. Sholeh dari Universitas Airlangga Surabaya telah meneliti bahwa sholat malam bisa meningkatkan imunitas tubuh kita. halat bisa mencegah naik turunnya hormon kortisol yang berperan sebagai indikator stres. Sedangkan stres merupakan salah satu faktor utama pemicu penyakit, termasuk kanker. Yang sederhana saja, bila kita sedang pening atau sakit gigi maka sholatlah dengan khusuk maka rasa sakit tersebut akan hilang. Hal lain yang perlu diperhatikan adalah ada pendapat bahwa sholat juga merupakan sarana terbaik untuk bermeditasi.

8. Menunggu-nunggu waktu sholat. Karena sholat adalah kesempatan untuk bermunajat, berdialog dan mencurahkan hati ke Yang Maha Kuasa, maka waktu sholat akan selalu ditunggu. Pekerjaan rumah, rapat atau aktifitas lain akan diberhentikan 10-15 menit sebelum waktu sholat sehingga memberi kesempatan untuk sholat berjamaah di masjid. Perasaan untuk menunggu waktu sholat adalah seperti seorang perjaka yang menunggu waktu untuk bertemu yang dicinta.

9. Mempersiapkan sholat dengan sebaiknya. Karena kita merasa akan bertemu dengan Yang Maha Agung, maka pakaian akan diperhatikan seperti baju koko, kopyah dan sarung digunakan yang bersih. Tidak lupa minyak wangi juga dipakai agar harum ketika bertemu dengan Yang Maha Pencipta.

10. Menangis dalam sholat. Kesejukan dalam sholat akan membawa hati untuk bersyukur dan mohon ampun kepada Allah SWT. Tidak terasa air mata akan mengalir bahkan ketika sholat Dhuhur di masjid kantor.

11. Merasa sedih ketika sholat akan selesai. Tertanam rasa ingin berlama-lama dengan Yang Maha Pengasih. Ketika tasyahud akhir rasanya tidak ingin menyelesaikan sholat.

12. Merasakan nikmatnya sholat di masjid. Akan terasa suasana sholat di masjid lebih indah dibandingkan sholat di rumah. Sehingga, keinginan untuk sholat berjamaah di masjid akan selalu ada. Maka tidak heran ketika sahabat Umar ra menjual kebunnya dikarenakan terlupa sholat jamaah di masjid karena sibuk mengurus kebunnnya.

13. Tetap khusuk dalam berzikir. Terkadang dzikir yang kita lantunkan setelah sholat fardhu hanya mengalir sebatas di mulut saja tanpa penghayatan dalam hati kita. Setelah sholat dengan khusuk, maka kekhusukan tersebut akan berlanjut hingga kita berdzikir.


Allahumma a’inni ala dzikrika wa syukrika wa husni ibadatika. Ya Allah, bantulah aku dalam mengingatMu dan dan bersyukur kepadaMu dan perbaiki ibadahku.

Tehnik Menghafal dan Murajaah Al Quran

Bagi para penghafal Al Quran yang pemula, menambah hafalan mempunyai kesulitan tersendiri. Tetapi seiring dengan waktu kesulitan ini akan terlampaui. Ketika itu kesulitan lain timbul yaitu mengulang hafalan (murajaah). Pada saat hafalan makin bertambah banyak, murajaah juga semakin berat.
Untuk surat-surat yang agak panjang (50 ayat) dan yang panjang (diatas 100 ayat), biasanya kita sangat hafal separuh awal dari surat tersebut. Untuk separuh terakhir sulit bagi kita untuk mengingatnya. Ini akan ditandai dengan “macet” ketika saat memurajaah. Mengapa hal ini terjadi? Hal ini disebabkan kita selalu menghafal/murajaah dari awal surat (ayat 1). Ketika selesai menghafalkan sebuah surat, ayat-ayat awal itulah yang lebih sering dilafadzkan dibandingkan dengan ayat-ayat yang akhir. Sehingga otak kita lebih hafal ayat-ayat awal. Itulah sebabnya kita sangat hafal ayat-ayat awal surat dan sering lupa pada ayat-ayat akhir surat.
Kesulitan kedua adalah ketika kita „macet“ sulit bagi kita untuk mengetahui ayat selanjutnya. Ayat-ayat setelah „ayat macet“ menjadi gelap. Ini dikarenakan kita menghafal secara sekuensial/berurutan, sehingga satu ayat selalu diingat setelah ayat sebelumnya. Sehingga kalau ayat “sebelumnya” macet maka ayat selanjutnya menjadi hilang juga. Dalm hal ini tidak ada cara lain untuk mengingatnya selain membuka mushaf Al Qur’an.
Lalu bagaimana cara efektif untuk menanggulangi masalah tersebut?
Kuncinya adalah ketika proses menghafal sebuah surat dilakukan. Hafalkan surat dengan cara memotongnya menjadi 10 ayat 10 ayat. Di dalam tiap sepuluh ayat potong-potong lagi menjadi 5 ayat-5 ayat.
Misalnya kita menghafal surat An Naba yang didalamnya ada 40 ayat. Caranya adalah sebagai berikut :
  1. Hafalkan ayat 1 sampai lancar. Lakukan sampai ayat 5.
  2. Kemudian hafalkan secara berurut ayat 1 sampai dengan ayat 5. Ikatlah ayat 1 sampai ayat 5 dengan mengulang-ulangnya bersama-sama sampai lancar. Gerak-gerakkan jari-jari tangan anda sesuai dengan ayat yang sedang di hafal. Bila menghafal ayat 1 gerakkan ibu jari, ayat 2 gerakkan jari telunjuk, ayat 3 gerakkan jari tengah, ayat 4 gerakkan jari manis dan ayat 5 gerakkan jari kelingking.
  3. Kemudian hafalkan ayat 6 sampai 10 sambil menggerak-gerakkan jari-jari tangan kiri sama seperti yang dilakukan oleh tangan kanan. Ulang-ulang ayat 6 sampai 10 sampai lancar. Kegiatan ini mengikat ayat 6 sampai dengan ayat 10
  4. Sekarang mengulang menghafal ayat 1 sampai 10 dengan sambil menggerak-gerakkan jari sesuai dengan nomor ayat yang dilafazkan. Lakukan sampai lancar. Hal ini mengikat ayat 1 sampai 10.
  5. Lakukan langkah diatas untuk ayat 11-20, ayat 21-30 dan ayat 31-40.
  6. Terakhir gabungkan semua ayat (ayat 1 sampai 40) dalam surat tsb. Ulang-ulang sampai lancar
Kemudian bagaimana anda murajaah sebuah surat bila kita telah menghafal secara konvensional? Bila surat tersebut ayat-ayatnya pendek maka kelompokkan menjadi 10 ayat-10 ayat. Hafalkan per 10 ayat. Bila suratnya berayat yang panjang-panjang seperti Al Baqarah, Ali Imran, An Nisaa dll, maka pecah 10 ayat menjadi 5 ayat-ayat.
Manfaat dari menghafal dengan sistem potongan ini adalah:
  1. Ketika murajaah kita tidak selalu harus memulai dari awal surat – ayat1- sehingga untuk surat yang panjang murajaah dapat dilakukan sepotong-sepotong di dalam shalat kita. Misalnya: untuk setiap rakaat shalat kita membaca 10 ayat. Maka ketika shubuh kita sudah dapat murajaah sampai 40 ayat (sunnat shubuh 2 rakaat dan shubuh 2 rakaat). Ini cukup bagus untuk surat An Naba yang 40 ayat. Atau untuk surat yang panjang seperti Al Baqarah, bila dilakukan 10 ayat untuk setiap rakaat shalat, maka selesai shalat isya kita sudah murajaah 100 ayat! Bila ditambah dengan shalat2 sunnah rawatib maka kita bisa murajaah 200 ayat dalam sehari. Dan bila ditambahkan dengan shalat dhuha dan tahajjud kita bisa mnyelesaikan 286 ayat Al Baqarah dalam shalat yang dilakukan sehari semalam!
  2. Kita tidak merasa susah murajaah karena seakan-akan kita sedang menghafal surat-surat yang pendek saja. Secara psikologis kita merasa lebih ringan. Dan di dalam memurajaah surat yang panjang kita mempunyai
  3. Menguatkan secara merata ayat-ayat di seluruh surat. Bukan hanya ayat-ayat awal surat saja. Ketika memurajaah surat-surat yang panjang dan kemudian terputus oleh kondisi eksternal – tamu datang, telfon berdering, anak menangis, masakan gosong dll- kita masih tetap bisa melanjutkan ayat selanjutnya setelah kondisi eksternal tertangani. Tanpa harus mengulangi dari awal surat. Dengan metoda menghafal konvensional maka kita kita harus selalu mengulangi mulai dari awal surat lagi. Kondisi-kondisi seperti ini akan menguatkan hafalan ayat-ayat awal dan menurunkan kualitas hafalan ayat-ayat akhir.
  4. Hafal nomot ayat tanpa kita sadari. Ini adalah bonus yang sangat bermanfaat untuk kita
  5. Mengatasi kasus „ayat macet“. Bila macet di satu ayat biasanya akan berhenti memurajaah surat tersebut karena ayat-ayat yang selanjutnya sangat bergantung pada ayat yang macet/lupa. Tetapi dengan sistem ‚potong surat’ ini kita masih tetap bisa terus memurajaah ayat-ayat setelah ayat macet ini. Mengapa ? Karena dalam menghafal sistem ini setiap ayat independen diletakkan dalam memori otak kita. Sebuah ayat tidak hanya dikaitkan dengan ayat yang sebelumnya –seperti dalam sistem menghafal konvensional- tapi juga dikaitkan dengan nomornya (yang diingat secara tidak sadar dengan menggerak-gerakkan jari tangan ketika menghafal). Ketika memori yang terkait dengan ayat sebelum terlupakan maka ada „ pengait“ yang lain yaitu nomor surat. Percaya atau tidak? Anda tinggal mencoba sistem ini dan merasakan hasilnya!
Melakukan metoda ini tak sesulit membaca baris-baris di atas. Bila anda melakukannya ini adalah hal yang sangat simpel. Metoda ini menjadikan kita santai dan tidak stres dalam memurajaah. Karena kita mempunyai „petunjuk/milestones“ dalam surat-surat hafalan kita yaitu ayat 1, 11, 21, 31, 41 dst. Kita akan memurajaah „ayat-ayat pendek“, yaitu 10 ayat saja. Cobalah anda praktekkan dan anda akan terkejut dengan hasilnya.
Selamat bermurajaah!

Iman Yang Haq

Kita sebagai orang yang memeluk agama Islam tidak boleh berpuas diri dengan predikat seorang Muslim. Karena keislaman seseorang tidak cukup untuk dapat menurunkan pertolongan Allah dalam kehidupan kita di dunia. Keislaman juga belum tentu bisa menyelamatkan kita dari siksa api neraka. Hanya orang-orang yang beriman sejati yang mendapatkan semua janji2Nya yaitu kebahagian dunia dan akhirat.
Bagaimanakah kriteria atau ciri-ciri orang-orang beriman yang sering dipanggil Allah dengan mesra “…yaa ayyuhal ladzina aamanu…..” ? Allah yang Maha Pengasih telah menyebutkan di dalam Al Quran surat Al Anfal :2-4
Sesungguhnya orang-orang yang beriman ialah mereka yang bila disebut nama Allah gemetarlah hati mereka, dan apabila dibacakan ayat-ayatNya bertambahlah iman mereka (karenanya), dan hanya kepada Tuhanlah mereka bertawakkal. (yaitu) orang-orang yang mendirikan shalat dan yang menafkahkan sebagian dari rezki yang Kami berikan kepada mereka. Itulah orang-orang yang beriman dengan sebenar-benarnya. mereka akan memperoleh beberapa derajat ketinggian di sisi Tuhannya dan ampunan serta rezki (nikmat) yang mulia.
Dalam firman Allah SWT tersebut jelas sekali menyebutkan bahwa seorang mukmin yang Haq, yang benar-benar tulen, mempunyai ciri-ciri sebagai berikut>
1. Hatinya yang gemetar hatinya bila disebutkan Asma Allah
Gemetarnya bisa disebabkan karena banyak hal, karena kagum dan takluk pada Kebesaran Allah. Kebesaran dan Kemuliaan Dzat , Sifat maupun PerbuatanNya. Bisa juga karena takut terhadap siksa api neraka yang sangat pedih dan terbayangkan dosa dan kebodohan yang telah dilakukan. Bisa juga gemetar karena berharap karunia surga – dunia maupun akhirat-. Terkadang gemetar haru mengingat sifat Kasih Sayang dan PengampunNya ataupun gemetar hati karena melihat Kebesaran ciptaanNya.
Asma Allah yang disebutkan dalam Al Quran dan hadits biasa disebut dengan 99 Asmaul Husna (bahkan lebih dari itu) menunjukkan Sifat-Sifat Allah yang Agung yang wajib kita ketahui, fahami dan hayati maknanya. Pemahaman atas makna dan tafakkur pada ciptaan2Nya dan Kebesaran Asma-asma Allah itulah yang dapat menghantarkan seseorang pada “wajilat quluubukum”
2. Keimanannya bertambah bila dibacakan ayat-ayat Tuhan
Ayat dalam bahasa Arab artinya bukti. Orang-orang yang imannya tulen bila dihadapannnya dibacakan ayat Al Quran (dalil naqli) ataupun bukti aqli yang berupa demonstrasi Kebesaran Allah dalam penciptaan makhluk-makhlukNya maka bibirnyapun berucap “ Subhanallah…”. Bila membaca Al Quran yang menyebutkan tentang janji-janji Allah keimanannya bertambah, semangat hidupnya makin membara dan semakin giat beramal shalih.
Dan bila dia melihat Kebesaran Allah dalam penciptaan langit , buni dan jagad raya alam semesta maka diapun makin tunduk dan kagum pada Kuasa Allah. Bahkan ketika melihat betapa sempurna dan hebatnya pasukan-pasukan Allah yang berupa misalnya lebah lebah dan madu yang dihasilkan, maka diapun makin yakin dan kagum pada Allah.
Hari-hari orang beriman tidak pernah ada yang menjemukan. Setiap detik yang dilalui dipakai untuk “melihat” demonstrasi Kekuasaan Allah, bertafakkur dan kemudian bertasbih kepada Allah. Dan itu semua makin meningkatkan imannya.
3. Bertawakkal hanya kepada Allah
Bagi orang yang imannya Haq, tidak pernah ada rasa takut dan gentar menghadapi pernak-pernik dan badai di dalam kehidupan dunia. Ketergantungannya kepada Allah dan keyakinan bahwa Allah selalu menuntun dan melindunginya menjadikan langkahnya pasti menapaki roda kehidupan.
…. Barangsiapa bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan Mengadakan baginya jalan keluar. dan memberinya rezki dari arah yang tiada disangka-sangkanya. dan Barangsiapa yang bertawakkal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya. Sesungguhnya Allah melaksanakan urusan yang (dikehendaki)Nya. Sesungguhnya Allah telah Mengadakan ketentuan bagi tiap-tiap sesuatu.
Putus asa tidak ada dalam kamus hidupnya. Hidup dijalani dengan lapang dan mudah karena jalan keluar dalam tiap masalah, insya Allah ada. Dan rezeki juga sudah ditanggung oleh Allah Azza wa Jalla.
4. Mendirikan Shalat
Mereka ini adalah orang-orang yang gandrung shalat. Shalat menjadi obat segala masalah kehidupan. Persis seperti yang disabdakan junjungan kita Rasulullah SAW :
Apabila engkau mempunyai masalah maka shalat (sunnah) lah 2 rakaat” (HR Bukhari)
Mereka ini bukan sekedar melakukan shalat tapi mendirikannya. Menjaga rukun-rukunnya, waktunya, sunnah-sunnahnya dan juga kekhusyuannya. Shalat merupakan saat-saat yang indah bermunajat kepada Allah, mengadukan beban hidup, memohonkan kemudahan hidup di dunia dan juga kemuliaan hidup di akhirat. Shalat tidaklah menjadi beban bagi mereka bahkan shalat merupakan saat beristirahat dari keruwetan hidup. Dan tepatlah sabda Rasulullah saat menyuruh Bilal adzan dengan berkata : “Wahai Bilal, berilah istirahat kepada kita semua!”
Dan bukti mereka mendirikan shalat adalah akhlaknya di luar shalat. Mengapa ? Karena shalat itulah yang menghalangi mereka berbuat maksiat dan mungkar. Semakin baik mutu shalat maka semakin tinggilah akhlak seseorang
5. Menafkahkan rezeki yang dipunyai
Ciri terakhir seorang mukmin yang tulen adalah mudahnya dia bersedekah. Baginya harta karunia Allah yang didalamnya ada hak fakir miskin. Sedekah adalah tanda syukur kepada Allah kerena diberi kelapangan dalam harta. Tapi dia juga bersedekah dalam keadaan sempit karena jalan kemudahan akan datang dengan derasnya sedekah. Hati orang yang mukmin tidak terikat oleh harta yang dimiliki. Harta diletakkannya di tangan bukan di hati

Demikianlah ciri-ciri seorang mukmin yang Haq, yang tulen. Dan mukmin sejati inilah yang mendapatkan janji Allah yaitu kemuliaan derajat, pengampunan dosa-dosa dan rezeki yang halal dan berkah.
Semoga bahasan ini bisa menjadi jalan intropeksi bagi diri kita masing-masing. Apakah kita sudah mempunyai 5 ciri-ciri di atas ? Bila sudah, kita harus mensyukuri dan meminta Allah mengekalkan sifat-sifat mulia ini dalam diri kita. Bila kita belum memiliki 5 ciri ini maka kita perlu berusaha semaksimal mungkin agar kita bisa menjadi seorang mukmin sejati, yang dicintai Allahu Rabbi.

Pentingnya Menghafal dan Memahami Al Quran

Al Quran diturunkan kepada Muhammad Rasulullah SAW selama 23 tahun masa kerasulan beliau. Al Quran di turunkan secara berangsur-angsur kepada Rasulullah SAW dengan perantaraan malaikat Jibril. Malaikat Jibril menurunkan Al Quran ke dalam hati Rasulullah dan beliaupun langsung memahaminya. Hal ini disebutkan dalam Al Quran surat Al Baqarah (2) : 97.
qs-2-97.gif
Katakanlah: “Barang siapa yang menjadi musuh Jibril, maka Jibril itu telah menurunkannya (Al Quran) ke dalam hatimu dengan seizin Allah; membenarkan apa (kitab-kitab) yang sebelumnya dan menjadi petunjuk serta berita gembira bagi orang-orang yang beriman.”
Kemudian Rasulullah SAW mengajarkan Al Quran itu kepada para shahabatnya. Mereka menuliskannya di pelepah daun daun kering, batu, tulang dll. Pada saat itu belum ada kertas seperti zaman modern sekarang ini. Kemudian para shahabat langsung menghafalnya dan mengamalkannya. Demkian Al Qur;an di ajarkan kepada para shahabat-shahabat yang lain. Al Quran difahami dengan menghafal. Bukan dengan sekedar membaca.
Pada saat Rasulullah telah wafat, banyak terjadi peperangan. Dalam peperangan Yamamah misalnya , banyak para sahabat pemghafal Quran yang syahid. Melihat kondisi ini Umarpun meminta Abu bakar sebagai khalifah untuk membuat Mushaf Al Quran. Abu bakar sempat menolak. „ Apakah engkau meminta aku untuk melakukan apa yang Rasulullah tidak lakukan ?“ ujar beliau. Tapi dengan gigih Umar bin Khattab menjelaskan urgensinya pembuatan Mushaf bagi kepentingan kaum muslimin di masa yang datang. Akhirnya Abu Bakarpun dapat diyakinkan dan kemudian setuju dengan ide Umar bin Khattab.
Abu Bakarpun lalu meminta Zaid bin Haritsah untuk melakukan tugas ini. Zaid bin Haritsah pun sempat berkata : „ Apakah engkau meminta aku untuk melakukan apa yang Rasulullah tidak lakukan ?“. Tapi akhirnya Zaidpun setuju dan mulai mengumpulkan shahifah-sahhifah yang tersebar di tangan para shahabat yang lain. Batu, daun-daun kering, tulang dll itupun disimpan di rumah Hafsah.
Barulah pada zaman Khalifah Utsman bin Affan, Mushaf Al Quran selesai sebanyak 5 buah. Satu disimpan Utsman dan 4 yang lain disebar ke : Makkah, Syria, Basrah dan Kufah. Jadi pada saat itu para shahabat, tabi’it dan thabi’i tabiin mempelajari al Quran dengan menghafal karena jumlah Mushaf yang sangat sedikit.
Bagaimana dengan kondisi zaman sekarang? Bila kita perhatikan di sekitar kita, diantara teman-teman dan keluarga kita, ada berapa persen diantara mereka yang hafal Al Quran ? Berapa persen yang sedang menghafal Al Quran? Mungkin kita susah memberikan persentase karena dihitung dengan jari-jari tangan kita belum tentu genap semuanya.
Kaum muslimin saat ini masih cukup berpuas diri dengan membaca Mushaf Al Quran dan tidak memahami maknanya. Padahal membaca Al Quran baru langkah awal interaksi Al Quran. Al Quran sebagai petunjuk bagi kita tidak cukup dibaca tapi juga dihafal dan difahami.
Mungkin ada sebagian yang berkata mengapa perlu menghafal ? Tidakkah cukup dengan membaca Mushaf dan membaca tarjemahan ? Ternyata tidak cukup. Dengan menghafal Al Quran ada „rasa“ (atau zauk) yang diberikan Allah kepada hati kita. Rasa ini didapat karena ayat-ayat yang dibaca berulang-ulang. Pengulangan kalam-kalam suci itulah yang menjadi „makanan“ untuk hati. Dan sesuai dengan ayat di Al Baqarah : 97 diatas, Al Quran itu diturunkan di hati Nabi Muhammad. Bukan di akal fikiran beliau. Artinya Al Quran itu konsumsi/makanan hati bukan sekedar fikiran.
Rasa inilah yang menjadikan kita nikmat mengenal Allah, memahami kehendakNya dan ringan melaksanakan segala perintah dan menjauhi segala laranganNya. „ Rasa „ ini kurang ada juga sedikit ketika kita hanya membaca. Apalagi bila membacanya tidak diiringi dengan pemahaman artinya. Dan membaca tidak diulang-ulang. Efeknya sangat berbeda dengan mengulang-ulangnya.
Kaum muslimin saat ini cukup berpuas diri dengan membaca „buta“ Al Quran dan menimba ilmu dari para ustadz, kiai dan pemuka-pemuka agama. Tanpa menghilangkan rasa hormat kepada para penyampai-penyampai risalah agama, kita sebagai hamba Allah, secara individual juga mempunyai kewajiban berusaha memahami Al Quran dari aslinya langsung dari firman-firmanNya.
Bila kita menghafal dan mentadaburi Al Quran maka Allah akan mengajarkan kepada kita pengetahuan melalui hati kita dengan perantaraan ilham. Seperti yang difirmankan Allah SWT dalam surat Asy Syams ayat 8-10:
qs-91-8-10.gif“Maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketakwaannya. Sesungguhnya beruntunglah orang yang mensucikan jiwa itu, dan Sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya.“

Ilham ini dapat dirasakan dengan dalam hati kita. Bukankah kita pernah bingung tentang suatu masalah, kemudian pada suatu saat kita, „cling“ mememukan cara untuk menyelesaikan masalah dengan baik. Itulah ilham.
Atau ilham itu sebagai furqan atau pembeda mana-mana amal yang haq dan mana-man yang bathil. Sebagai misal ketika kita masuk ke tempat maksiat maka hati kita akan terasa tidak enak, tidak nyaman. Itulah peringatan dari hati kita yang bersih. Furqan inilah yang dibutuhkan di dalam kehidupan ketika berperang dengan bisikan-bisikan syaithan yang membujuk-bujuk kita untuk berbuat maksiat dengan iming-iming duniawi yang menggiurkan. Karena itu sangatlah kita memerlukan furqan yang menjadikan kita mantap mengetahui yang haq dan yang bathil. Seperti disebutkan oleh Allah Azza wa Jalla dalam surat Al Anfaal ayat 29:
qs-8-29.gif
Hai orang-orang beriman, jika kamu bertaqwa kepada Allah, Kami akan memberikan kepadamu Furqaan. dan Kami akan jauhkan dirimu dari kesalahan-kesalahanmu, dan mengampuni (dosa-dosa)mu. dan Allah mempunyai karunia yang besar.
Al Quran juga sebuah petunjuk/pedoman hidup bagi kita kaum muslimin :
https://kultum.files.wordpress.com/2008/01/qs-2-2.gif?w=842
Kitab (Al Quran) ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi mereka yang bertaqwa.
(QS Al Baqarah : 2)
Jadi intinya Al Qu’an adalah pedoman hidup. Tapi hanya segelintir orang yang hafal dan faham Al Quran. Bagaimana Al Quran bisa menjadi pedoman hidup seorang muslim secara individual bila membaca dan memahaminya secara tuntas saja belum dilakukan ? Dan banyak diantara kaum muslimin yang meninggal dalam keadaan belum pernah membaca dengan tuntas Al Quran.
Bayangkan apabila kita akan pergi ke puncak Gunung Semeru. Sebelum pergi kita dibekali dengan peta, rambu-rambu dan petunjuk-petunjuk oleh seorang pendaki gunung profesional. Tetapi kita tidak memahami petunjuk-petunjuk tersebut. Apakah kita dijamin akan sampai di puncak gunung semeru dengan selamat ? Kita mungkin lebih senang bertanya dengan penduduk setempat. Bila kita bertemu dengan penduduk yang sangat kenal gunung semeru mungkin kita akan sampai dengan selamat. Tetapi bila orang kita tanya juga kurang faham jalan ke puncak gunung, akankah kita sampai ke puncak dengan selamat atau mungkin kita bisa tersesat ? Padahal bila kita memahami, petunjuk, peta dan juga bertanya maka kita akan mendapat jalan pintas untuk sampai ke puncak gunung.
Memang solusi pemahaman Al Quran ini tidak akan dapat berhasil bila sistem pendidikan agama tidak berjalan intensif sejak dini. Sebagai permisalan, bahasa Inggris diajarkan sejak SD. Maka kita lihat ketika lulus SMA para mahasiswa sudah bisa belajat dari diktat berbahas Inggris. Bila sistem ini diterpakan juga untuk bahasa Arab (sebagai media inti pemahaman Al Quran) maka ketika berumur 20-25 seorang muslim sudah mulai bisa memahami Al Quran dengan mandiri.
Wahai saudara-saudaraku kaum muslimin, memahami Al Quran bukan fardhu kifayah yang dibebankan kepada ulama, kiai atau ustadz. Tapi seperti dicontohkan oleh para sahabat, membaca, menghafal, memahami dan melaksanakan Al Quran dilakukan sebagai kewajiban indivial setiap kaum muslimin. Bila secara individu seorang muslim meningkat kualitasnya, keluarga yang dibinanya juga akan berkulaitas sehingga akhirnya sebuah masyarakat madani yang dirindukan selama ini juga dapat terwujud.
Demikianlah renungan kita tentang Al Quran. Semoga Allah memberikan taufik dan hidayahNya kepada kita semua sehingga kita menjadi orang-orang yang mencintai Al Quran, membacanya, menghafalkannya, memahaminya dan mengamalkannya.


3 Cara Allah SWT Mengawasi

Karena taku didatangi pencuri, maka warga suatu perumahan menyewa penjaga atau hansip. Tetapi terkadang pencurian masih terjadi walau hansip sudah dibayar. Hal ini bisa terjadi bila hansip tersebut lengah atau ketiduran, sehingga si pencuri bisa melakukan aksinya. Hansip juga manusia! Bagaimana dengan Yang Maha Mengetahui? Allah SWT mengawasi manusia 24 jam sehari atau setiap detik tidak ada lengah. Didalam melakukan pengawasan, ada 3 cara yang dilakukan Allah SWT: 1 Allah SWT melakukan pengawasan secara langsung. Tidak tanggung-tanggung, Yang Menciptakan kita selalu bersama dengan kita dimanapun dan kapanpun saja. Bila kita bertiga, maka Dia yang keempat. Bila kita berlima, maka Dia yang keenam (QS. Al Mujadilah 7). Bahkan Allah SWT teramat dekat dengan kita yaitu lebih dekat dari urat leher kita. “Dan Kami lebih dekat kepadanya daripada urat lehernya.” (QS. Qaaf 16) 2 Allah SWT melakukan pengawasan melalui malaikat. “ketika dua orang malaikat mencatat amal perbuatannya, seorang duduk di sebelah kanan dan yang lain duduk di sebelah kiri.” (QS. Qaaf 17) Kedua malaikat ini akan mencatat segala amal perbuatan kita yang baik maupun yang buruk; yang besar maupun yang kecil. Tidak ada yang tertinggal. Catatan tersebut kemudian dibukukan dan diserahkan kepada kita (QS. Al Kahfi 49). 3 Allah SWT melakukan pengawasan melalui diri kita sendiri. Ketika kelak nanti meninggal maka anggota tubuh kita seperti tangan dan kaki akan menjadi saksi bagi kita. Kita tidak akan memiliki kontrol terhadap anggota tubuh tersebut untuk memberikan kesaksian sebenarnya. “Pada hari ini Kami tutup mulut mereka; dan berkatalah kepada Kami tangan mereka dan memberi kesaksianlah kaki mereka terhadap apa yang dahulu mereka usahakan.” (QS. Yaasiin 65) Kesimpulannya, kita hidup tidak akan bisa terlepas dimanapun dan kapanpun saja dari pengawasan Allah SWT. Tidak ada waktu untuk berbuat maksiyat. Tidak ada tempat untuk mengingkari Allah SWT. Yakinlah bahwa perbuatan sekecil apapun akan tercatat dan akan dipertanyakan oleh Allah SWT dihari perhitungan kelak.

Doa Pembuka Nasehat

Assalamualaikum wr wb,
Teman-teman yang dirahmati Allah,
karena ada yang menanyakan doa pembuka kultum, berikut saya cantumkan salah satu versi dari doa tersebut:
https://kultum.files.wordpress.com/2008/07/doa-pembuka.gif?w=842
“Segala puji milik Allah. Kami memohon pertolonganNya, dan mohon ampun kepada Nya. Kami berlindung kepada Allah dari kejahatan diriku dan keburukan amalku.
Barang siapa yang diberi petunjuk Allah maka tidak ada siapapun yang dapat menyesatkannya, dan barang siapa yang disesatkan Allah maka tidak ada siapapun yang dapat menunjukinya.
Aku bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah, aku mengesakanNya dan tidak mempersekutukanNya.
Dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah hambaNya dan rosulNya, tidak ada nabi setelah Dia.
Ya Allah, berikan sholawat, salam dan kebaikan atas nabi Muhammad, keluarganya dan sahabatnya.”


Orang Yang Pandai

Teringat ketika kita masih kecil, maka orang tua kita sering mendoakan kita menjadi orang yang pandai atau pintar. Memang kepandaian merupakan satu hal yang menjadi tolok ukur kesuksesan seseorang. Tapi apakah kepandaian itu? Mungkin dari kita ada yang menghitung berdasarkan IQ. Tapi kasihan juga orang yang ditakdirkan dilahirkan dengan IQ yang rendah, mereka tidak akan pernah menjadi orang pintar. Bahkan kepintaran dijadikan iklan obat anti masuk angin.
Yang menarik dalam Islam, kepandaian itu dapat diraih oleh setiap orang, walaupun IQ nya tidak tinggi. Dalam sebuah hadits, Rasulullah SAW bersabda:
hadits-pandai
“Orang yang pandai adalah yang menghisab (mengevaluasi) dirinya sendiri serta beramal untuk kehidupan sesudah kematian. Sedangkan orang yang lemah adalah yang dirinya mengikuti hawa nafsunya serta berangan-angan terhadap Allah SWT.” (HR. Imam Turmudzi, ia berkata, ‘Hadits ini adalah hadits hasan’)
Jadi ada dua parameter orang yang pandai yaitu orang yang sering bermuhasabah dan melakukan amal untuk persiapan setelah meninggal.
Muhasabah
Muhasabah dari kata hisab yang berarti perhitungan atau melakukan evaluasi. Kesibukan aktifitas kita terkadang melupakan kita untuk mengevaluasi sejauh mana progres aktifitas dan menilik hal apa yang kurang dan perlu diperbaiki. Padahal evaluasi itu perlu dilakukan, agar kita bisa bernafas dan menata ulang kehidupan kita.
Al Quran menyuruh kita untuk muhasabah [QS. Al-Hasyr 18]:
qs-059-018
“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat); dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan”
Sahabat Umar r.a. berkata:
”Hisablah (evaluasilah) diri kalian sebelum kalian dihisab, dan berhiaslah (bersiaplah) kalian untuk hari aradh akbar (yaumul hisab). Dan bahwasanya hisab itu akan menjadi ringan pada hari kiamat bagi orang yang menghisab (evaluasi) dirinya di dunia.”
Pernyataan sahabat Umar r.a. diatas bermakna bahwa semakin sering kita melakukan muhasabah maka semakin lebih sering memperbaiki diri dan semakin ringan hisab di yaumil akhir. Oleh karena itu, muhasabah bisa dilakukan tiap hari, pekanan, bulanan atau tahunan.
Muhasabah tidak hanya bermanfaat untuk akhirat tapi juga untuk kehidupan dunia. Bill Gates, seorang milyuner, selalu menyempatkan untuk beristirahat seminggu atau “think week” dalam enam bulan sekali dari kepenatan di perusahaannya, Microsoft. Dia akan beristirahat disuatu tempat yang sunyi dan membaca buku sekitar 18 jam sehari. Dari kesempatan untuk berkontemplasi tersebut, muncul ide-ide segar dalam pengembangan software.
Beramal untuk Bekal
Selain itu, Rasulullah saw. juga menjelaskan kunci kesuksesan yang kedua, yaituaction after evaluation. Artinya setelah evaluasi harus ada aksi perbaikan. Dan hal ini diisyaratkan oleh Rasulullah saw. dengan sabdanya dalam hadits di atas dengan ’dan beramal untuk kehidupan sesudah kematian.’ Potongan hadits yang terakhir ini diungkapkan Rasulullah saw. langsung setelah penjelasan tentang muhasabah. Karena muhasabah juga tidak akan berarti apa-apa tanpa adanya tindak lanjut atau perbaikan.
Orang yang pandai bukan hanya bisa bekerja atau mengumpulkan harta, tetapi orang yang juga beramal sholeh untuk hari kemudian. Orang tersebut akan sibuk beraktifitas dan juga berinfaq atau membantu sesama agar mendapatkan pahala di hari akhir. Dalam surat Al Qashash 77, Allah SWT berfirman:
qs-028-077
“Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi.”
Bahkan dalam ayat ini disebutkan keutamaan terhadap bekal di dunia, dengan tidak melupakan kebahagiaan di dunia. Beginilah pola hidup yang patut ditiru sehingga terjadi keseimbangan dalam kehidupan kita agar kebahagiaan di dunia dan akhirat bisa diraih.

Secara ringkas, kepandaian yang hakiki dapat dicapai oleh setiap orang. Kepandaian itu dapat digapai dengan melakukan muhasabah secara berkala dan beramal untuk kehidupan di dunia dan akhirat. Semoga kita mendapatkan petunjuk dari Allah SWT untuk menjadi seorang muslim yang pandai.

Pemahaman Terhadap Agama

Ada 3 hal penting yang sering disebut diperlukan oleh setiap seorang Mukmin yaitu iman, ilmu dan amal. Ketiga hal tersebut saling berkaitan dan harus dimiliki untuk kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat. Untuk dapat beramal dengan benar, maka seseorang harus memiliki ilmu. Beramal tanpa ilmu akan menimbulkan banyak kerusakan. Sebagai contoh, seseorang yang tidak mengetahui hakikat puasa, maka dia berpuasa hanya menahan haus dan lapar saja, tidak menahan ucapan atau perbuatan keji yang dapat merusak ibadah puasa.
Umar bin Abdul Aziz pernah berkata: “Barang siapa yang beramal tanpa didasari ilmu, maka unsur merusaknya lebih banyak daripada mashlahatnya” (Sirah wa manaqibu Umar bin Abdul Azis, oleh Ibnul Jauzi).
Orang yang ikhlas beramal, tetapi tidak memiliki pemahaman yang benar dapat merusak amalannya dan bahkan dapat memberikan madhorot kepada orang lain. Rasulullah SAW pernah menyampaikan bahwa adalah orang yang sesat padahal mereka melaksanakan sholat, puasa, dan amalan lainnya yang sangat banyak.
Rasulullah SAW bersabda, “(Ada sekelompok kaum), mereka menganggap sholat yang dilakukan oleh kamu sangat kecil bila dibandingkan sholat mereka, dan puasanya dianggap lebih rendah dari puasa mereka. Mereka membaca Al Quran, tetapi tidak melampaui kerongkongan mereka.” (Fathul Bari 6/714).
Imam Ibnu Taimiyah berkata: “Meskipun sholat, puasa dan tilawah Quran mereka banyak, namun mereka keluar dari kelompok ahlus Sunah wal Jamaah. Mereka adalah kaum ahi ibadah, wara’ dan zuhud, tetapi itu semua tidak didasari dengan ilmu.”
Maksudnya mereka beribadah dan membaca Al Quran, tetapi amalan tersebut dilaksanakan hanya sebagai rutinitas, tanpa pemahaman terhadap apa yang dilakukan. Mereka memahami ibadah itu suatu perintah yang harus dilaksanakan tanpa memahami hikmah dibaliknya.
Terkadang pelaksanaan ibadah dibuat untuk rutinitas saja. Ada pelaksanaan sholat Jumat berjamaah dengan khutbah yang berisi nasihat dari beberapa ayat Quran dan doa yang sudah tertulis pada beberapa lembar kertas. Dan cara ini sudah dilakukan bertahun-tahun. Tentu saja sangat disayangkan jamaah yang sholat Jumat di masjid tersebut. Tidak ada nasehat atau taujih yang dapat dipahami dan amal yang dapat dilaksanakan.
Terdapat cerita nyata pada suatu perumahan dimana beberapa ibu rumah tangga terjerat hutang dengan rentenir yang memberikan pinjaman uang dengan bunga yang mencekik. Ternyata para rentenir terebut adalah ibu-ibu yang terlibat aktif dalam pengajian pekanan. Kisah ini menunjukkan bahwa kegiatan pengajian rutin yang dilaksanakan tidak memberikan dampak positif pada aktifitas muamalah yang dilakukan.
Keutamaan seseorang bukan didasarkan pada banyaknya ilmu, hafalan atau amalan, akan tetapi dilihat dari benar dan dalamnya pemahaman terhadap agama Islam secara menyeluruh. Oleh sebab itu, Rasulullah SAW pernah bersabda, “Satu orang faqih itu lebih berat bagi setan daripada seribu ahli ibadah.” HR. Tirmidzi.
Sahabat Umar bin Khathab ra juga pernah berkata, “Kematian seribu ahli ibadah yang selalu sholat di waktu malam dan berpuasa di siang hari itu lebih ringan daripada kematian orang cerdas yang mengetahui halhal yang dihalalkan dan diharamkan oleh Allah.”
Bagusnya pemahaman terhadap agama mengalahkan faktor yang lainnya. Sebagai contoh, khalifah Umar bin Khathab ra pernah mengangkat sahabat Ibnu Abbas ra yang pada saat itu masih berusia 15 tahun untuk menjadi anggota majelis syuro. Umar bin Khathab ra menjulukinya sebagai “pemuda tua” karena ketinggian pemahamannya pada usia yang sangat muda.
Oleh karena itu berusahalah kita mendapatkan pemahaman yang benar terhadap Islam yaitu pemahaman yang jernih, murni, integral dan universal. Hal ini akan menyelamatkan kehidupan kita di dunia dan akhirat. Ibnul Qayyim pernah berkata,“Benarnya kepahaman dan baiknya tujuan merupakan nikmat terbesar yang Allah berikan kepada hamba-Nya. Tiada nikmat yang lebih utama setelah nikmat Islam melebihi kedua nikmat tersebut. Karena nikmat itulah seseorang memahami Islam dan komitmen pada Islam. Dengannya seorang hamba dapat terhindar dari jalan orang-orang yang dimurkai, yaitu orang yang buruk tujuannya. Juga terhindar dari jalan orang-orang yang sesat, yaitu orang yang buruk pemahamannya, serta akan menjadi orang-orang yang baik tujuan dan pemahamannya.”


Sedih dan Senang

Dalam hidup kita sehari-hari, dua hal berbeda yang silih berganti adalah adalah kesenangan dan kesusahan. Bahkan menurut beberapa orang, kalau hidup itu indah karena perbedaan tersebut. Bayangkan kalau orang senang terus atau susah terus, tentu bukan sesuatu yang baik. Ketika kita senang, maka kita diharapkan ingat ketika dulu pernah susah. Dan ketika kita susah ingatlah bahwa suatu saat akan ada kesenangan. Hal ini seperti firman Allah SWT:
qs-094-005
“Karena sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan, sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan” (QS Alam Nasyrah 5-6)
Hal penting yang perlu diperhatikan bagaimana sifat dasar seorang manusia dalam menghadapi kedua hal tersebut. Allah SWT berfirman:
qs-017-083
“Dan apabila Kami berikan kesenangan kepada manusia niscaya berpalinglah dia; dan membelakang dengan sikap yang sombong; dan apabila dia ditimpa kesusahan niscaya dia berputus asa.” (QS. Al Israa’ 83)
Dalam ayat ini, Allah SWT menyebutkan sifat manusia terhadap kesenangan terlebih dahulu karena ujian terhadap kesenangan adalah lebih berat.
Dari ‘Amr bin ‘Auf r.a. berkata: Rasulullah mengutus Abu ‘Ubaidah bin al-Jarrah r.a. ke Bahrain untuk menagih pajak penduduk. Kemudian ia kembali dari Bahrain dengan membawa harta yang sangat banyak dan kedatangan kembali Abu ‘Ubaidah itu terdengar oleh sahabat Anshar maka mereka pun shalat Shubuh bersama Rasulullah saw. Kemudian setelah selesai shalat mereka menghadap Rasulullah saw maka beliau tersenyum melihat mereka kemudian bersabda, “Mungkin kamu telah mendengar kedatangan Abu ‘Ubaidah yang membawa harta banyak?” Jawab mereka, “Benar, ya Rasulullah.” Lalu Nabi saw bersabda, “Sambutlah kabar baik dan tetaplah berpengharapan baik untuk mencapai semua cita-citamu. Demi Allah, bukan kemiskinan yang aku khawatirkan atas kamu, tetapi aku khawatir kalau terhampar luas dunia ini bagimu, sebagaimana telah terhampar untuk orang-orang yang sebelum kamu, kemudian kamu berlomba-lomba sebagaimana mereka berlomba-lomba, sehingga membinasakan kamu sebagaimana telah membinasakan mereka.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Pada saat inipun bisa kita lihat. Seorang miskin apabila dia tidak sabar maka yang dicuri adalah hape atau sepeda motor. Sedang orang yang menjadi tersangka KPK telah didakwa dengan korupsi sampai miliard rupiah. Hal ini menunjukkan orang tidak tahan dengan kesenangan dan kemewahan. Atau hal ini tersebut dalam Al Quran tentang orang yang mendapat musibah di lautan akan berdoa kepada Allah, tetapi lupa ketika sudah sampai darat.
qs-017-067
“Dan apabila kamu ditimpa bahaya di lautan, niscaya hilanglah siapa yang kamu seru kecuali Dia, Maka tatkala Dia menyelamatkan kamu ke daratan, kamu berpaling. Dan manusia itu adalah selalu tidak berterima kasih” (QS. Al Israa 67)
Secara psikologis, seorang muslim apabila ditimpa musibah maka dia akan mendekat kepada Allah SWT dan bersabar, sedang orang yang berhasil biasanya memiliki ego bahwa keberhasilan itu adalah karena hasil jerih payahnya.
Kembali kepada sifat manusia jika mendapat kebahagian seperti yang tertera pada QS. Al Israa 83. Jika mendapatkan kesenangan maka dia memiliki dua kecenderungan yaitu berpaling dari Allah SWT dan sombong terhadap manusia. Jika kesuksesan terjadi pada orang yang tidak beriman maka akan memperkuat keyakinannya bahwa tidak perlu percaya kepada Allah SWT untuk meraih kesuksesan. Mereka akan mencibirkan kaum Muslim yang rajin sholat tapi kehidupannya masih miskin. Sedang bila keberhasilan pada orang munafik, maka mereka berkata “Buat apa sholat? Toh saya masih bisa mendapatkan rizki dari Allah.” Memang Allah SWT melimpahkan rizqi pada setiap manusia di dunia ini tanpa pandang bulu apakah mereka beriman atau mengingkari.
Bagi seorang muslim, keberhasilan masih membuat dia melaksanakan sholat dan ibadah lain. Tapi ada hal lain yang mungkin tidak kalah bahayanya, yaitu adanya perasaan sombong terhadap apa yang didapatkannya. Apa sombong itu? Rasulullah SAW pernah bersabda:
hadits-sombong
“Kesombongan adalah menolak kebenaran dan merendahkan manusia” (HR. Muslim)
Hal ini yang sering sulit untuk dihindari. Orang yang sukses terkadang sulit untuk menerima kebenaran yang disampaikan oleh orang lain, apalagi dari orang yang lebih muda, lebih miskin atau lebih rendah derajatnya. Penolakan kebenaran tersebut biasa dibarengi dengan merendahkan orang lain, karena dia menganggap dialah yang lebih tinggi, lebih berhasil dan lebih berkuasa.
Demikianlah, kita semoga kita selalu bisa menjaga hati dalam setiap keadaan.
hadits-mukmin-ajaib
“Alangkah menakjubkannya kehidupan seorang mukmin. Sungguh seluruh kehidupannya baik. Hal itu tidak dimiliki melainkan oleh mukmin. Jika dikaruniai kebaikan; maka ia bersyukur, dan itu baik untuknya. Dan jika ditimpa keburukan; maka ia bersabar, dan itu baik untuknya” (HR. Muslim)
Dan memang kita harus siap dalam setiap kondisi, seperti yang disampaikan oleh sahabat ‘Umar bin al-Khaththab: “Kalaulah sabar dan syukur itu ibarat dua ekor unta, maka aku tidak peduli unta mana yang aku kendarai” (‘Uddatus Shobirin wa Dzakhiratus Syakirin hal.144).


3 (tiga) Nasehat Agama

Rasulullah SAW pernah memberikan tiga buah nasehat kepada kedua sehabatnya Abu Dzar Jundub bin Junadah dan Abu Abdurrahman bin Jabal:
https://kultum.files.wordpress.com/2008/09/hd-3-nasehat.gif?w=842
“Bertakwalah kamu kepada Allah dimanapun kamu berada, dan ikutilah kesalahanmu dengan kebaikan niscaya ia dapat menghapuskannya. Dan pergaulilah manusia dengan akhlak terpuji.” HR. Tirmidzi
Tiga pesan Rasulullah SAW tersebut layak untuk kita perhatikan karena sangat berkaitan erat dengan kehidupan kita sehari-hari.
1- BERTAQWA DIMANA SAJA
Definisi dari kata taqwa dapat dilihat dari percakapan antara sahabat Umar dan Ubay bin Ka’ab ra. Suatu ketika sahabat Umar ra bertanya kepada Ubay bin Ka’ab apakah taqwa itu? Dia menjawab; “Pernahkah kamu melalui jalan berduri?” Umar menjawab;“Pernah!” Ubay menyambung, “Lalu apa yang kamu lakukan?” Umar menjawab; “Aku berhati-hati, waspada dan penuh keseriusan.” Maka Ubay berkata; “Maka demikian pulalah taqwa!”
Sedang menurut Sayyid Qutub dalam tafsirnya—Fi Zhilal al-Qur`an—taqwa adalah kepekaan hati, kehalusan perasaan, rasa khawatir yang terus menerus dan hati-hati terhadap semua duri atau halangan dalam kehidupan.
Kalau ada suatu iklan minuman ringan: “Dimana saja dan kapan saja …”, maka nasehat Nabi SAW ini menunjukkan bahwa kita harus bertaqwa dimana saja. Sedang perintah taqwa kapan saja terdapat dalam surat Ali Imron 102:
https://kultum.files.wordpress.com/2008/09/qs-003-102.gif?w=842
“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah sebenar-benar takwa kepada-Nya; dan janganlah sekali-kali kamu mati melainkan dalam keadaan beragama Islam”
Jadi dimanapun dan kapanpun kita harus menjaga ketaqwaan kita. Taqwa dimana saja memang sulit untuk dilakukan dan harus usaha yang dilakukan harus ekstra keras. Akan sangat mudah ketaqwaan itu diraih ketika kita bersama orang lain, tetapi bila tidak ada orang lain maka maksiyat dapat dilaksanakan. Sebagai contoh, ketika kita berkumpul di dalam suatu majelis zikir, pikiran dan pandangan kita akan terjaga dengan baik. Tetapi ketika kita berjalan sendirian di suatu tempat perbelanjaan, maka pikiran dan pandangan kita bisa tidak terjaga. Untuk menjaga ketaqwaan kita dimanapun saja, maka perlunya kita menyadari akan pengawasan Allah SWT baik secara langsung maupun melalui malaikat-Nya.
2 KEBAIKAN YANG MENGHAPUSKAN KESALAHAN
Setiap orang selalu melakukan kesalahan. Hari ini mungkin kita sudah melakukan kesalahan baik yang kita sadari maupun yang tidak kita sadari. Oleh sebab itu, segera setelah kita melaksanakan kesalahan, lakukan kebaikan. Kebaikan tersebut dapat menghapuskan kesalahan yang telah dilakukan.
Untuk dosa yang merugikan diri sendiri, maka salah satu cara untuk menghapusnya adalah dengan bersedekah. Rasulullah SAW bersabda “sedekah itu menghapus kesalahan sebagaimana air memadamkan api”. Maka ada orang yang ketika dia sakit maka dia akan memberikan sedekah agar penyakitnya segera sembuh. Hal ini dikarenakan segala penyakit yang kita miliki itu adalah karena kesalahan yang kita pernah lakukan.
Sedang dosa yang dilakukan terhadap orang lain maka yang perlu dilakukan adalah memohon maaf yang bagi beberapa orang sangat sulit untuk dilakukan. Padahal Rasulullah SAW selalu minta maaf ketika bersalah bahkan terhadap Ibnu Ummi Maktum beliau memeluknya dengan hangat seraya berkata “Inilah orangnya, yang membuat aku ditegur oleh Allah… (QS. Abasa)”. Setelah minta maaf kemudian bawalah sesuatu hadiah atau makanan kepada orang tersebut, maka kesalahan tersebut insya Allah akan dihapuskan.
3- AKHLAQ YANG TERPUJI
Akhlaq terpuji adalah keharusan dari setiap muslim. Tidak memiliki akhlaq tersebut akan dapat mendekatkan seseorang dalam siksaan api neraka. Dari beberapa jenis akhlaq kita terhadap orang lain, yang perlu diperhatikan adalah akhlaq terhadap tetangga.
https://kultum.files.wordpress.com/2008/09/hd-tetangga1.gif?w=842
“Barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir maka jangan menyakiti tetangganya.” (HR. Bukhari, Muslim dan Ibnu Majah)
https://kultum.files.wordpress.com/2008/09/hd-tetangga2.gif?w=842
Dari Abu Syuraih ra, bahwa Nabi Muhammad saw bersabda: “Demi Allah seseorang tidak beriman, Demi Allah seseorang tidak beriman, Demi Allah seseorang tidak beriman.” Ada yang bertanya: “Siapa itu Ya Rasulullah?” Jawab Nabi: “Yaitu orang yang tetangganya tidak aman dari gangguannya.” (HR. Bukhari)

Dari hadits tersebut, peringatan Allah sangat keras sampai diulangi tiga kali yaitu tidak termasuk golongan orang beriman bagi tetangganya yang tidak aman dari gangguannya. Maka terkadang kita perlu instropeksi dengan menanyakan kepada tetangga apakah kita mengganggu mereka.